You are what you think…

Written by: Mia Amalia

(karyawan di perusahaan operator telekomunikasi)

Di suatu pagi yang cerah, dalam ruang kelas pengembangan diri, trainer mengajak para peserta untuk menyebutkan 10 keberhasilan diri dalam 12 jam terakhir. Para peserta berpikir keras..keberhasilan apa ya? semua terasa berjalan apa adanya, tak ada yang istimewa. Kemudian si trainer mulai bercerita tentang keberhasilannya sendiri, antara lain berhasil tidur nyenyak dan berhasil bangun pagi tanpa di bantu waker. Satu per satu peserta mulai berani dan yakin untuk berbagi cerita keberhasilan, dari keberhasilan menyiapkan sarapan keluarga di tengah kesibukan pagi, melalui kemacetan lalu lintas dengan sabar hingga berhasil sampai ke kelas tepat waktu. 

*** 

Kita cenderung melihat suatu keberhasilan sebagai sesuatu hal menakjubkan dan di luar kebiasaan, berhasil lulus sekolah dengan nilai sempurna, masuk perguran tinggi bergengsi, diterima bekerja di perusahaan terkemuka, dan sebagainya, apalagi hingga mendapat decakan kagum dan tepukan tangan. Seringkali kisah hidup ‘bahagia’ seperti itu menjadikan kita luput memperhatikan kisah-kisah sederhana, dan kita mengabaikan dan membiarkannya berlalu tanpa mendapat sedikitpun catatan kebaikan di hati dan pikiran kita. Sesungguhnya jika kita mampu menghargai dan mengambil hikmahnya, dapat menjadi motivasi diri untuk menyambut hari dengan semangat dan energi baru. Tidaklah salah kata pepatah, seribu langkah dimulai dari satu langkah. Catatlah kebaikan dan keberhasilan di hari ini dan jadikan motivasi untuk mencapai kebaikan dan keberhasilan di hari-hari berikutnya.  

Menghargai diri sendiri

Mengambil hikmah di setiap peristiwa, meskipun peristiwa tersebut sangat sederhana dapat melatih diri untuk mensyukuri nikmat kehidupan dan memetik sedikit demi sedikit potensi dan kekuatan diri. Kita tidak dapat memaksakan orang lain untuk menghargai kita jika tidak didahului oleh keyakinan diri bahwa kita memiliki potensi dan kekuatan diri dan kita adalah pribadi yang berharga.  

Menghargai diri sendiri adalah wujud dari pengenalan diri. Perenungan untuk mengenal diri lebih mendalam tidak terjadi dalam satu waktu, namun dilakukan berkelanjutan sehingga menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar. Oleh karena itulah maka seseorang harus berfikir positif dan yakin bahwa Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia.   

Pengenalan diri dan penghargaan diri adalah kajian klasik dan universal, dan turut menjadi inspirasi  bagi musisi, salah satunya tertuang dalam lirik lagu Greatest Love of All yang akrab di telinga kita “…..Because the greatest love of all is happening to me, I found the greatest love of all inside of me.The greatest love of all, is easy to achieve.. learning to love yourself, it is the greatest love of all ”.  

Wujud penghargaan pada diri sendiri adalah dengan memaknai hidup dan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sekitar. Beberapa tahun silam, di suatu akhir tahun ajaran pendidikan dasar, ketika mengisi buku kenangan menjadi suatu kebiasaan, seringkali pada bagian cita-cita tertulis ingin menjadi orang yang berguna bagi orang tua, bangsa dan agama. Seiring berjalannya waktu dan tempaan kehidupan, cita-cita yang begitu mulia yang ditulis dengan ketulusan dan kepolosan,  terkikis oleh keinginan dan harapan lain yang bisa jadi lebih berorientasi pada diri sendiri. Tak ada salahnya kita menoleh sejenak ke belakang dan mereview perjalanan hidup kita untuk menggarisbawahi peristiwa-peristiwa bermakna, dan menjadi motivasi untuk melangkah dan menatap masa depan. 

Mengisi kehidupan

Ada suatu kisah tentang kegiatan seorang guru dan beberapa muridnya. Guru tersebut mengambil sebuah ember, kemudian memasukkan beberapa butir batu yang cukup besar hingga mencapai bibir ember. Kemudian ia bertanya, “sudah penuhkan ember ini?” Para murid menjawab “sudah”, kemudian sang guru memasukkan batu-batu kerikil dan mengguncangkan ember tersebut hingga butiran kerikil berjatuhan ke dasar ember dan mengisi celah-celah batu besar. Kemudian sang guru bertanya kembali, “sudah penuhkan ember ini?” Para murid terdiam, dan seorang murid menjawab “ mungkin belum”. Lalu sang guru mengeluarkan satu plastik pasir dan mulai memasukkannya ke dalam ember. Butiran kecil pasir menyusup di antara celah-celah kerikil dan batu hingga mengisi ruang dari dasar ember hingga permukaan ember. Setelah itu sang guru mengambil air dan menuangkan perlahan-lahan ke dalam ember, hingga ember menjadi benar-benar penuh. 

Itulah kehidupan. Isilah hidup ini dengan tujuan dan prioritas hidup yang diibaratkan dengan batu besar. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang lebih praktis yang diibaratkan dengan batu kerikil, pasir dan air. Jangan dilakukan sebaliknya, karena jika demikian, hidup ini hanya dipenuhi kerikil-kerikil masalah tanpa ada tujuan dan prioritas, karena batu-batu besar akan sulit masuk saat ember sudah dipenuhi kerikil, pasir atau bahkan air.  

Hanya  kita yang dapar mengukur ‘ember kehidupan’ kita masing-masing. Apakah sudah cukup terisi dan membuat hidup kita lebih bermakna, sehingga kita dapat berjalan tegak di muka bumi dan memberi arti bagi sekitar kita? Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.  

*** 

Saya bertanya pada diri sendiri, keberhasilan apa yang telah kucapai belakangan ini. Setelah mengingat-ingat, dari sekian banyak kesempatan dan kenikmatan yang diberikan aku bersyukur telah bertemu dan mengenal teman-teman baru di suatu kegiatan, bercerita sebelum tidur pada si buah hati, membalas sms rekan yang tertunda, merapikan meja kerja, dan berbagi cerita melalui tulisan ini.

2 Responses so far »

  1. 1

    iyok736 said,

    maaf…beberapa kata-kata-nya saya kutip tanpa minta ijin. Saya link pula blok ini…makasiih sekali lagi…

  2. 2

    ewepe said,

    silahkan mas… soalnya ini juga dari co writer blog… 😀
    Insya Allah beliau juga tidak akan keberatan… 🙂


Comment RSS · TrackBack URI

Leave a comment